Tuesday, December 13, 2011
Bagaimana Menggambarkannya
Ingin sekali aku bisa terbang menggunakan sayap ku sendiri. Yah, seandainya aku punya. Aku pasti akan terbang tinggi, jauh sekali. Sampai tak ada seorang pun yang bisa mengejarku. Bahkan pesawat jet tercepat sekalipun. Menghilang dari semua masalah. Tak membuatnya lagi. Berhenti.
Aku ingin menjadi aku yang aku. Benar-benar aku. Tanpa kepura-puraan. Sangat tanpa beban. Bisa tertawa, tak harus tertawa menyembunyikan kesedihan. Karena, rasa nikmat akan tertawa itu sendiri sangat berbeda, sungguh-sungguh berbeda. Ketika bisa tertawa lepas, tanpa beban menghalangi. Tanpa rasa sakit yang membayangi. Ketakutan akan sesuatu yang seharusnya tak ku takuti. Seharusnya.
Tetapi apa ? Kau yang menanam kau pula yang menuai, inilah hasilnya. Aku, gagal lagi. Aku harap kegagalan ini adalah gagal karena ketidak sesuaian rencana. Berbeda jauh dengan gagal total. Aku yang sekarang, sungguh sangat menyedihkan. Bahkan seekor nyamuk yang hanya dapat hidup 3 hari itu tak lebih menyedihkan dari aku.
Tak ada seorangpun yang bisa kujadikan tumpuan, sandaran, tempatku berkeluh kesah. Menceritakan semua tanpa kerahasiaan. Tanpa apapun yang sering kita sebut RAHASIA hanya orang-orang tertentu yang tahu. Atau mungkin malah hanya aku sendiri.
Ingin sekali kuceritakan semua apa yang kurasakan saat ini. Rasa tidak nyaman, takut, tak percaya diri, resah, gundah, tak berani maju, dan semua rasa tidak enak dalam hati.
Takut, aku takut, bila sekali lagi aku harus mengecewakan orang tua ku, orang-orang yang mempercayaiku. Dan yang lainnya. Aku tak mau melihat aku sebagai orang yang gagal. Padahal aku benar-benar orang yang gagal. Bagaimana kau menggambarkan aku saat ini.
Tidak nyaman, aku tidak nyaman dengan jalan yang kutempuh saat ini. Masih sulit untuk menerima, masih berat untuk menghadapi. Aku mencintai sastra, tapi aku terperangkap di dunia arsitektur. Dunia yang sangat jauh dari perkiraan awalku. Mereka yang kuberi tahu aku ingin melanjutkan ke sastra, sangat kaget. Karena mereka tak menyangka aku akan mengambilnya. Mereka mengira aku akan melanjutkan ke sekolah yang sesuai dengan apa yang aku tempuh sekarang. Aku ingin sekali meneriakkan dengan lantang pada kedua orang tuaku AKU INGIN MASUK SASTRA, AKU SANGAT SANGAT MENCINTAI BAHASA, MENULIS, DAN BERKARYA DENGAN APA YANG AKU SUKA APA YANG AKU CINTAI bagaimana ? Apakah mereka akan menerimanya ?
Tidak percaya diri, aku tidak pernah percaya diri dengan jalan yang aku ambil sekarang. Tapi mau tak mau aku harus menjalaninya.
Resah, karena ku tak tahu kapan harus mengakhirinya
Gundah, karrena ku tak tahu apa yang akan ku katakan pada orang tua ku nanti
Tak Berani Maju, aku selalu diposisikan dibelakang dan tak boleh ke depan karena keinginan ku sendiri.
Entah bagaimana semua ini bisa terjadi. Aku bingung. Aku sungguh-sungguh ingin punya sayap yang bisa membawaku terbang lepas dari semua beban yang kubuat sendiri ini.
Hei mami, bolehkah aku menjalankan apa yang kumau tanpa rasa paksa.
Hei papa, aku ingin sastra, bukan yang lain, aku ingin seni bukan yang lain.
Tolong izinkan aku.
Monday, December 12, 2011
Nyasar Untuk Kesekian Kalinya
Beneran lho mas/mbak, dakuw Novitriyani Sekarjati ini sering banget nyasar. Terutama setiap aku mau ke rumahnya temen baik aku Francisca Larasati, selalu dan nggak pernah bosan saat aku nekat lewat jalan dalam biar silir gitu maunya lihat sawah. Tapi eh tapi, malah nyasar jadinya.
Dulu jaman SMP, masih putih-biru, aku masih sering naik sepeda, nggak kayak sekarang naik motor-pantes gendut-(alhamdulillah). Aku nyasar, nyasarnya nggak nanggung, kalo dihitung, bisa bikin meteran tol abis. Soalnya rumah Laras itu di km 8.5, sedangkan aku nyasarnya sampe mana ?
Jangan syok ya ? Aku nyasarnya sampai Pasar Godean, yang Ya Allah Ya Rob, jaraknya berkali-kalinya jarak rumahku sama Laras. Jika ditanya kenapa aku bisa nyasar, satu. Aku kan buta arah dan jam, bisa bikin tobat beberapa turunan kalo mau nanya jalan sama aku. Kecuali, aku sudah sangat hapal daerah tersebut, dan biasanya butuh waktu yang sangat luama.
Dan tadi siang, dengan bodohnya aku nyasarnya samapi di SMA N 1 Sedayau, yang jaraknya dua kali jarak yang sesungguhnya. Begitulah. Aku selalu nyasar mengikuti hasrat ini jalan benar. Jadi, begitukan... Aku bodoh soal jalan o.o
Bagaimana cerita mu hari ini ?
Sunday, December 11, 2011
Tak Semua Sama
Tak semua apa yang kita mau itu sama dengan harapan kita. Karena memang kita hanya bisa merencana, tak bisa memutuskan. Seperti yang ku alami kali ini, aku ingin sekali memutar waktu, tapi sudah pasti aku tak bisa. Ingin ku diberi sedikit waktu lagi, tapi entah mengapa, tersia-sia begitu saja. Yah, aku memang bukan anak yang baik. Bukan manusia baik. Karena, aku masih belum bisa mengatur semua apa yang kupunya. MEMBAGINYA sulit sekali. Tak kusangka aku jatuh di lubang yang sama. Lubang yang sesungguhnya tidak ingin kutemui lagi.
"Itulah hidup, terkadang kau bisa jatuh di lubang yang sama berkali-kali karena kau tidak menyadarinya saat kau berjalan ke sana," pepatah yang dikatakan beberapa orang tua yang pernah kutemui. Maka itu, berhati-hati itu sangat penting. Sungguh, aku tidak bohong.
Saat kau tidak berhati-hati tanpa sadar kau akan terjatuh lagi, lagi, lagi, dan lagi. Ingin sekali aku merubahnya, tetapi aku takut. Dan aku tahu, kalian semua ingin berubah bila menjadi aku. Tidak ada orang yang ingin menjadi aku. Aku pun tak ingin menjadi seperti ini. Sulit sekali untuk berubah, tak semudah membalikkan telapak tangan.
Apa lagi saat kau kehilangan arah. Kau bisa saja jatuh terjerembab ke dasar jurang yang sangat dalam tanpa ada yang pernah tahu. Dan saat kau ingin naik, tak ada seseorang pun yang bisa membantu, mencarimu pun tidak.
Itulah kehidupan, tak semua sama. Nasib, rejeki, jodoh. Semua berbeda. Dan kuharap kau tidak seperti ku yang telah jatuh ke jurang dan baru menyadarinya saat kau sudah sampai di dasar, sangat dasar jurang tersebut.
Subscribe to:
Posts (Atom)